Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan yang tidak efektif dari produksi insulin. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah.
Permasalahan yang ada saat ini terkait penyakit DM adalah sebagian besar (sekitar 3 diantara 4 orang) penderita DM tidak menyadari kalau dirinya menderita penyakit DM dan kurangya kesadaran penderita melakukan kontrol secara berkala.
Hal tersebut berdampak pada terus meningkatnya prevalensi penderita DM. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 dan tahun 2018 menunjukkan bahwa tren prevalensi penyakit Diabetes Melitus di Indonesia meningkat dari 6,9% menjadi 8,5 %, sedangkan untuk faktor risikonya seperti obesitas pada orang dewasa dari 14,8% menjadi 21,8%.
DM tidak hanya diderita oleh orang dewasa, namun juga bisa terjadi pada anak-anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat terjadi peningkatan yang cukup signifikan DM tipe-1 pada anak dan remaja dari 3,88 menjadi 28,19 per 100 juta penduduk pada tahun 2000 dan 2010.
Novina dari IDAI dalam temu media peringatan Hari Diabetes Sedunia tahun 2020, Selasa (17/11) mengatakan bahwa kenaikan kasus DM tersebut berkaitan erat dengan pola hidup kurang sehat seperti pola makan tidak tepat, kurang aktivitas fisik, obesitas, tekanan darah tinggi, dan gula darah tinggi.
Faktor risiko obesitas misalnya, Terlebih selama ini, muncul anggapan bahwa anak gemuk identik dengan sehat ataupun lucu. Padahal, kondisi tersebut justru dapat memicu timbulnya masalah kesehatan bagi anak.
Gemuk itu belum tentu lucu dan sehat, hati-hati gemuk itu berarti kita menginvestasikan beberapa penyakit metabolic syndrome dll ketika anak sudah besar, kata Novina.
Ia menjelaskan DM pada anak dapat dikenali melalui beberapa gejala yang muncul seperti banyak kencing, sering mengompol, mudah lelah, serta sering banyak makan dan minum namun berat badan turun. Jika anak sudah mengalami beberapa gejala tersebut sebaiknya segera dibawa ke fasyankes terdekat untuk segera ditangani.
Yang perlu diperhatikan bagi penderita DM di masa pandemi COVID-19, kita harus temukan diabetes seawal mungkin, sehingga pengobatan bisa diberikan secepat dan seawal mungkin, ucapnya.
Senada dengan Novina, Direktur Pencegahan Penyakit Tidak Menular Cut Putri Ariane mengatakan untuk mengatasi persoalan tersebut, Pemerintah telah melakukan upaya pencegahan yang proaktif dan persuasif di seluruh lapisan masyarakat. Salah satunya dengan menekankan pentingnya skrining secara berkala, supaya ketika ditemukan adanya penyakit tertentu dapat segera tertangani.
Menurutnya, skrining harus dilakukan lebih rutin manakala gaya hidup yang dijalankan kurang sehat serta orang dengan faktor risiko.
Untuk yang masih sehat, tidak memiliki faktor risiko, lakukanlah skrining secara berkala di fasilitas kesehatan di sekitar anda, kata Cut.
Untuk deteksi dini, masyarakat bisa memanfaatkan Pos Binaan Terpadu (Posbidu) PTM. Melalui program tersebut nantinya para kader secara rutin akan memberikan konseling, penyuluhan, serta aktivitas fisik.
Selain Posbindu, ada pengelolaan PTM juga dilakukan melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Polanis). Kegiatan monitoring dan deteksi dini dengan memanfaatkan kepesertaan JKN. Masyarakat dapat melakukan konsultasi kepada dokter terkait masalah kesehatan yang dihadapinnya. Bersama Posbidu, keduanya saling bersinergi untuk meningkatkan deteksi dini, penemuan dan rujukan tindak lanjut sesuai kriteria klinis.
Cut menilai skrining awal harus diimbangi dengan gaya hidup yang sehat terutama di masa pandemi COVID-19. Dengan banyaknya aktivitas yang dilakukan di rumah, dikhawatirkan semakin banyak anak-anak maupun orang dewasa yang terjebak sedentari life, mengonsumsi makanan cepat saji, dan sering menghabiskan waktu dengan gawainya. Pola hidup yang demikian sangat berdampak buruk bagi kesehatan terutama bagi mereka pengidap PTM.
Untuk itu, Cut mengimbau kepada masyarakat baik yang sehat maupun orang dengan faktor risiko agar segera melakukan cek kesehatan secara berkala. Masyarakat bisa melakukannya secara mandiri ataupun memanfaatkan konsultasi di fasilitas layanan kesehatan seperti telemedicine atau polanis bagi peserta JKN.
Di masa pandemi, kami memantau banyak sekali pasien-pasien Diabetes Melitus yang tidak bergerak. Artinya diam di rumah, sehingga penyakit-penyakit ini tambah memburuk. Harusnya ini tidak terjadi, tutur Cut.